Penyakit Kanker Usus
Sakit perut. Itulah keluhan yang kerap dirasakan Prasetyo, 45 tahun,
selama tiga tahun sebelum akhirnya divonis menderita kanker kolorektal
(usus besar).
Awalnya, dia dinyatakan dokter menderita radang
usus, sehingga hanya diberi obat antiradang, penghilang rasa sakit, dan
antibiotik. Namun, obat-obatan itu tak pernah mampu menghilangkan
keluhannya secara tuntas. Alhasil, sakit perut itu berulang, dan selalu
berulang. Sampai suatu ketika, ia merasakan sakit yang hebat di
perutnya.
Prasetyo pun kembali ke dokter. Kali ini, dokter
mengatakan, ada perlengketan di usus besarnya sehingga harus dilakukan
pembedahan. Sebagian usus besarnya pun dipotong. Selesai masalah?
Ternyata tidak. Prasetyo yang perokok berat ini masih sering merasakan
sakit di perut. Tubuhnya pun makin kurus, dan kerap mengalami diare.
Penyebab dari sakit perut itu akhirnya diketahui lewat pemeriksaan di
sebuah rumah sakit besar di Bandung. Kanker dipastikan telah bersarang
di usus besar Prasetyo, dan telah mencapai stadium IV. Empat bulan
setelah mendengar vonis ini, Prasetyo berpulang untuk selama-lamanya.
Kanker
usus besar adalah salah satu jenis kanker yang cukup sering ditemui,
utamanya pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih. Pada pria,
kanker usus besar menempati urutan ketiga sebagai kanker tersering yang
ditemui setelah kanker prostat dan paru-paru. Sementara pada wanita,
kanker ini pun menempati urutan ketiga setelah kanker payudara dan
paru-paru. ”Dari berbagai laporan, di Indonesia terdapat kenaikan jumlah
kasus (kanker usus besar), meskipun belum ada data yang pasti. Data di
Departemen Kesehatan didapati angka 1,8 per 100 ribu penduduk,” tutur
dokter Adil S Pasaribu, SpB KBD, spesialis bedah dari Rumah Sakit Kanker
Dharmais, Jakarta.
Kanker usus besar adalah tumbuhnya sel kanker
yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum. Kebanyakan kanker
usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau adenoma,
yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat).
Pada
stadium awal, adenoma dapat diangkat dengan mudah. Hanya saja pada
stadium awal ini, seringkali adenoma tidak menampakkan gejala apapun,
sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama. Padahal,
adenoma yang awalnya tak menimbulkan keluhan apapun ini, pada suatu saat
bisa berkembang menjadi kanker yang menggerogoti semua bagian dari usus
besar.
Gejala awal yang tidak khas ini membuat banyak penderita
kanker usus besar datang ke rumah sakit ketika perjalanan penyakit sudah
demikian lanjut. Upaya pengobatan pun menjadi sulit. Padahal, seperti
dikatakan Ketua Perhimpunan Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, dokter
Aru Sudoyo SpPD KHOM, kunci utama keberhasilan penanganan kanker usus
besar adalah ditemukannya kanker dalam stadium dini, sehingga terapi
dapat dilaksanakan secara bedah kuratif. Sayangnya, hal seperti ini
sangat jarang. Yang kerap terjadi adalah kasus seperti dialami Prasetyo,
yakni kanker ditemukan pada stadium lanjut, sehingga harapan penderita
untuk bertahan hidup menjadi sangat kecil.
Jika kanker usus besar
ditemukan pada stadium I, peluang penderita untuk hidup hingga lima
tahun mencapai 85-95 persen. Sementara bila ditemukan pada stadium II,
peluang itu mencapai 60-80 persen, pada stadium III sekitar 30-60
persen, dan stadium IV sekitar 25 persen. ”Ini artinya, bila ada 100
penderita kanker usus besar stadium IV, maka yang masih hidup sampai
lima tahun hanya lima orang,” ucap Aru.
Deteksi dini
Untuk
menghindari kemungkinan terburuk, seperti dialami Prasetyo, deteksi dini
merupakan hal yang sangat penting. ”Deteksi dini atau skrining terhadap
kanker ini, dapat menyelamatkan hidup,” tegas Adil.
Dengan
deteksi dini dapat ditemukan adanya polip prakanker, yaitu suatu
pertumbuan abnormal pada usus besar atau rektum yang dapat segera
dibuang sebelum berubah menjadi kanker. ”Jika semua orang yang berumur
50 tahun atau lebih melakukan skrining secara teratur, maka sebanyak 60
persen kematian akibat kanker kolorektal dapat dihindari,” tuturnya.
Deteksi
dini adalah investigasi pada individu asimtomatik (tanpa gejala) yang
bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit pada stadium dini sehingga
dapat dilakukan terapi kuratif. Secara umum, urai Adil, deteksi dini
dapat dilakukan pada dua kelompok, yaitu populasi umum dan kelompok
risiko tinggi. Deteksi dini pada kelompok populasi umum dilakukan kepada
individu yang berusia di atas 40 tahun. Sedangkan mereka yang tergolong
kelompok berisiko tinggi, antara lain adalah mereka yang pernah
menjalani polipektomi untuk adenoma di usus besar, dan orang-orang yang
berasal dari keluarga dengan riwayat penyakit ini.
Terkait dengan
riwayat keluarga, Anda tak perlu khawatir berlebihan jika berasal dari
keluarga yang memiliki riwayat kanker usus besar. Menurut Adil, faktor
genetik memang bisa menjadi penyebab munculnya penyakit ini, tapi faktor
tersebut bisa dipersempit. Caranya, ubahlah pola makan Anda dan lakukan
deteksi dini.
Penyebab dan gejala
Sejauh ini, penyebab kanker
usus besar memang belum diketahui secara pasti. Hanya saja, ada
beberapa hal yang diduga kuat berpotensi memunculkan penyakit ganas ini,
yaitu: cara diet yang salah (terlalu banyak mengkonsumsi makanan tinggi
lemak dan protein, serta rendah serat), obesitas (kegemukan), pernah
terkena kanker usus besar, berasal dari keluarga yang memiliki riwayat
kanker usus besar, pernah memiliki polip di usus, umur (risiko meningkat
pada usia di atas 50 tahun), jarang melakukan aktivitas fisik, sering
terpapar bahan pengawet makanan maupun pewarna yang bukan untuk makanan,
dan merokok.
Dalam buku Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma
Kolorektal disebutkan bahwa meskipun penelitian awal tidak menunjukkan
hubungan merokok dengan kejadian kanker usus besar, namun penelitian
terbaru menunjukkan, perokok jangka lama (30-40 tahun) mempunyai risiko
berkisar 1,5-3 kali. Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus
besar di Amerika Serikat bisa diatributkan kepada perokok. Penelitian
kohort dan kasus-kontrol dengan desain yang baik menunjukkan, merokok
berhubungan dengan kenaikan risiko terbentuknya adenoma dan juga
kenaikan risiko perubahan adenoma menjadi kanker usus besar. ”Karena itu
untuk mencegah kejadian kejadian kanker usus besar dianjurkan untuk
tidak merokok,” kata Aru. Mengenai gejala kanker usus besar, Aru
menyebut beberapa hal yang kerap dikeluhkan para penderita, yaitu:
* Perdarahan pada usus besar yang ditandai dengan ditemukannya darah pada feses saat buang air besar.
* Perubahan pada fungsi usus (diare atau sembelit) tanpa sebab yang jelas, lebih dari enam minggu.
* Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
* Rasa sakit di perut atau bagian belakang.
* Perut masih terasa penuh meskipun sudah buang air besar.Rasa lelah yang terus-menerus
* Kadang-kadang kanker dapat menjadi penghalang dalam usus besar
yang tampak pada beberapa gejala seperti sembelit, rasa sakit, dan rasa
kembung di perut.
Untuk menangani kanker usus besar, menurut Aru,
terapi bedah merupakan cara yang paling efektif, utamanya bila
dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisir. Namun, bila sudah
terjadi metastasis (penyebaran), penanganan menjadi lebih sulit. Tetapi,
dengan berkembangnya kemoterapi dan radioterapi pada saat ini,
memungkinkan penderita stadium lanjut atau pada kasus kekambuhan untuk
menjalani terapi adjuvan. Terapi adjuvan adalah kemoterapi yang
diberikan setelah tindakan operasi pada pasien kanker stadium III guna
membunuh sisa-sisa sel kanker.
Saat ini, terapi adjuvan bisa
dilakukan tanpa suntik (infus), melainkan dengan oral/tablet
(Capacitabine). Ketersediaan capacitabine tablet memungkinkan pasien
untuk menjalani kemoterapi di rumah yang tentu saja efektivitasnya lebih
baik. ”Capacitabine juga merupakan kemoterapi oral yang aman dan
bekerja sampai ke sel kanker,” kata Aru yang juga menjabat sebagai ketua
Komisi Terapi Adjuvan, Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal
Indonesia.
Jurus Menangkal Kanker Usus Besar
Mencegah jauh
lebih baik ketimbang mengobati. Hal itu juga berlaku pada kanker usus
besar. Agar tak sampai terjamah penyakit mematikan ini, lakukan upaya
pencegahan. Simak tips pencegahan dari dokter Adil S Pasaribu SpB KBD
berikut ini:
* Hindari makanan tinggi lemak, protein, kalori,
serta daging merah. Jangan lupakan konsumsi kalsium dan asam
folat.Setelah menjalani polipektomi adenoma disarankan pemberian
suplemen kalsium.
* Disarankan pula suplementasi vitamin E, dan D.
* Makan buah dan sayuran setiap hari.
* Pertahankan Indeks Massa Tubuh antara 18,5 - 25,0 kg/m2 sepanjang hidup.
* Lakukan aktivitas fisik, semisal jalan cepat paling tidak 30 menit dalam sehari.
* Hindari kebiasaan merokok.Segera lakukan kolonoskopi dan polipektomi pada pasien yang ditemukan adanya polip.
* Lakukan deteksi dini dengan tes darah samar sejak usia 40 tahun.