Kerajaan Kediri Kuno. Lahirnya Kerajaan Kediri berkaitan dengan
adanya pembagian kekuasaan di Kerajaan Mataram. Airlangga membagi
Kerajaan bertujuan untuk menghindari terjadinya perang saudara di
Mataram. Setelah Mataram dibagi dua oleh Mpu Bharada,muncullah Panjalu
dan Janggala yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungaiBrantas. Kerajaan
Panjalu diberikan kepada Samarawijaya, iparnya, sedangkan Janggala
diberikan kepada Mapanji Garasakan, anaknya yang kedua. Anak pertama
Airlangga adalah seorang putri yang menjadi Pertapa. Sumber sejarah yang
menceritakan pembagian kerajaan terdapat dalam prasasti Wurara (1289
M), kitab Negarakertagama, dan kitab Calon arang.
Dalam perkembangan selanjutnya, ibukota kerajaan panjalu
di Daha
dipindahkan ke wilayah Kediri, sehingga nama kerajaan lebih dikenal
sebagai Kerajaan Kediri. Selama kekuasaan Samarawijaya, Kerajaan Kediri
dan Janggala tidak pernah hidup berdampingan secara damai. Perebutan
kekuasaan terus berlangsung hingga pada tahun 1052, Mapanji Garasakan
dapat mengalahkan Samarawijaya. Namun Mapanji Garasakan tidak lama
memimpin kerajaan. Tampuk pemerintahan lalu jatuh kepada Mapanji
Alanjung Ahyes, dan kemudian beralih lagi ke Samarotsaha. Setelah
Samrotsaha berkuasa, selama kira-kira 60 tahun tidak ada berita mengenai
keadaan kediri dan Janggala. Mungkin selama itu terjadi perebutan
kekuasaan diantara keduanya dan pihak yang memenangkan persaingan tidak
begitu jelas beritanya.
Pada tahun 1117 Kerajaan Kediri dipimpin oleh Bameswara. Namun masa
pemerintahannya tidak banyak diketahui. Bameswara digantikan oleh
Jayabhawa. Pada masa Jayabhawa (1135-1157) Kerajaan Kediri mencapai
puncak kejayaan. Jayabhawa disebut sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Ketika
Ia berkuasa, pertentangan dengan Janggala berakhir setelah Ia dapat
menguasai kerajaan tersebut. Dua Pujangga terkenal, Mpu Sedah dan Mpu
Panuluh kemudian mengubah syair Bharatayudha sebagai peringatan atas
peperangan antara Kediri dan Janggala.
Sepeninggal Jayabhaya, Kerajaan Kediri berturut-turut dipimpin oleh
Sarweswara, Aryyeswara, Kroncaryyadipa, Kameswara dan Kertajaya.
Kertajaya (1185-1222) adalah Raja terakhir Kerajaan Kediri. Dalam masa
pemerintahannya terjadi pertentangan antara dirinya dan para Brahmana.
Pertentangan itu disebabkan Kertajaya dianggap telah melanggar adat dan
memaksa para Brahmana menyembahnya sebagai Dewa. Para Brahmana kemudian
meminta perlindungan kepada Ken Arok. Pada tahun 1222 pecahlah
pertempuran antara pasukan Ken Arok dan prajurit Kertajaya di Ganter.
Dalam peperangan ini Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya sehingga
runtuhlah Kerajaan Kediri. Sejak saat itu muncullah kerajaan baru
Singhasari.
Pada masa Kerajaan Kediri , seni sastra, terutama Jawa Kuno tumbuh
dengan pesat. Namun karya-karya sastra masa Kerajaan Kediri kurang
mengungkap keadaan pemerintahan dan masyarakat pada zamannya. Gambaran
kehidupan masa Kediri justru ditulis sumber asing, yaitu orang Cina.
Misalnya, didalam kitab Ling-wai-tai-ta (1178) karya Chou Ku-fei yang
menerangkan orang-orang Kediri memakai kain sampai lutut, rambutnya
diurai, rumah-rumah telah teratur dan bersih, pertanian dan perdagangan
telah maju, orang-orang yang salah didenda dengan emas , kecuali pencuri
dan perampok yang dibunuh, telah digunakan mata uang perak, orang sakit
tidak lagi menggunakan obat, tetapi memohon kesembuhan kepada para dewa
atau kepada Buddha, tiap bulan ke-5 diadakan pesta air, alat musik yang
digunakan berupa seruling, gendang dan gambang dari kayu.
Selain itu kitab Chu-fan-chi (1225) karya Chau Ju-kua mengatakan bahwa
so-ki-tan yang merupakan bagian dari She-po (Jawa) telah memiliki
daerah-daerah taklukan. Para ahli memperkirakan Su-ki-tan adalah sebuah
kerajaan yang berada di jawa Timur, yang tak lain adalah Kerajaan
Kediri. Mungkin juga Su-ki-tan sebagai kota pelabuhan yang telah dikenal
para pedagang dari luar negeri, termasuk Cina.
Demikian Artikel Kerajaan Kediri Kuno.